SEKTOR PERTANIAN
1. SEKTOR
PERTANIAN DI INDONESIA
Indonesia merupakan wilayah yang
memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Sehingga menjadikan Indonesia
dikenal sebagai negara agraris, Faktanya adalah bahwa sebagian besar mata
pencarian penduduk Indonesia berasal dari sektor pertanian dan menjadikan
sektor pertanian sebagai salah satu pilar besar perekonomian Indonesia, itulah
mengapa negara kita disebut sebagai negara agraris. Karena memang memiliki
wilayah yang sangat potensial untuk mengembangkan usaha di sektor pertanian.
Salah
satunya adalah bahwa Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan merupakan
salah satu negara yang berada di wilayah tropis, oleh sebab itulah Indonesia
memiliki potensi pertanian yang sangat baik dengan didukung kelimpahan sumber
daya alam dan kondisi lingkungan Indonesia yang mendukung pertanian tropika. Sektor
pertanian mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian
nasional.
Pertanian
merupakan sektor yang memiliki peranan signifikan bagi perekonomian Indonesia.
Sektor pertanian menyerap 35.9% dari total angkatan kerja di Indonesia dan
menyumbang 14.7% bagi GNP Indonesia (BPS, 2012). Fakta-fakta tersebut
menguatkan pertanian sebagai megasektor yang sangat vital bagi perekonomian
Indonesia.
Lahan
yang subur juga merupakan modal yang sangat potensial untuk menjadikan
pertanian Indonesia sebagai sumber penghasilan masyarakatnya dan juga penopang
perekonomian bangsa.
Namun
sayangnya sektor ini masih kurang mendapatkan perhatian secara serius dari
pemerintah dalam pembangunan bangsa. Hal tersebut dapat dilihat mulai dari
proteksi, kredit hingga kebijakan lain yang tidak menguntungkan bagi sektor
ini.
Banyaknya
program pembangunan pertanian yang tidak terarah juga semakin menjerumuskan
sektor ini pada kehancuran. Banyak alih fungsi lahan menjadi pemukiman,
pertokoan, perindustrian, jalan tol atau fasilitas-fasilitas lainnya yang
mengakibatkan semakin sempitnya lahan untuk usahatani.
Meski
demikian sektor pertanian masih tetap menjadi mata pencaharian sebagian besar
warga Indonesia, banyak tenaga kerja yang kemudian menggeluti usahatani untuk
memenuhi kebutuhannya.
Apabila
dilihat dari potensi-potensi yang ada, seharusnya Indonesia sangat mampu untuk
memenuhi kebutuhan pangan bangsa Indonesia sendiri dan bahkan juga mampu untuk
mengekspor ke negara lain sehingga dapat membuat negara kita lebih maju jika
dimanfaatkan dengan baik.
Indonesia
memiliki potensi sumberdaya alam, termasuk plasma nutfah, yang melimpah (mega
biodiversity). Bio-diversity darat Indonesia merupakan terbesar nomor dua di
dunia setelah Brasil, sedangkan bila termasuk biodiversity laut maka Indonesia
merupakan terbesar nomor satu di dunia.
Hal
ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lama diusahakan
sebagai sumber pangan dan pendapatan masyarakat.
Keaneka
ragaman hayati yang didukung dengan sebaran kondisi geografis berupa dataran
rendah dan tinggi; limpahan sinar matahari dan intesitas curah hujan yang
hampir merata sepanjang tahun di sebagian wilayah; serta keaneka ragaman jenis
tanah memungkinkan dibudidayakannya aneka jenis tanaman dan ternak asli daerah
tropis, serta komoditas introduksi dari daerah sub tropis secara merata
sepanjang tahun di Indonesia.
Aneka
ragam dan besarnya jumlah plasma nutfah tanaman dan hewan, baik yang asli
daerah tropis maupun komoditas introduksi yang sudah beradaptasi dengan iklim
tropis, di sisi lain merupakan sumber materi genetik yang dapat direkayasa
untuk menghasilkan varietas dan klone tanaman unggul serta bangsa ternak.
Potensi
pertanian Indonesia ini, banyak dimanfaatkan oleh negara-negara lain seperti
Belanda, Prancis, Amerika dll dalam mendapatkan plasma nutfah antara lain
bibit-bibit pertanian, yang dalam pelaksanaan pemanfaatannya membentuk industri
bibit pertanian.
Sebagian
besar dari productnya dibawa ke luar negeri atau negara-negara tersebut.
Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum
dimanfaatkan secara optimal.
Data
dari kajian akademis yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan
Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2015 memperlihatkan bahwa total
luas daratan Indonesia adalah sebesar -+192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha
(64,6 persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen)
merupakan kawasan lindung.
Dari
total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal pertanian seluas 101
juta ha, meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim
25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Sampai saat ini,
dari areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan
menjadi areal pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha
yang berpotensi untuk perluasan areal pertanian.
Jumlah
luasan dan sebaran hutan, sungai, rawa dan danau serta curah hujan yang cukup
tinggi dan merata sepanjang tahun sesungguhnya merupakan potensi alamiah untuk
memenuhi kebutuhan air pertanian Akan tetapi pada kenyataannya kita masih
kurang maksimal dalam memanfaatkan potensi-potensi tersebut untuk mengembangkan
sektor pertanian.
Sering
kali kita mengalami kelangkaan beberapa beberapa produk hasil pertanian seperti
baru-baru ini penduduk digegerkan dengan langkanya kacang kedelai yang
merupakan bahan pokok pembuatan tempe, dan membuat tempe yang dari kedelai
semakin mahal, berimbas buruk kepada semua para petani, pedagang, dan semua
masyarakat.
Sebenarnya
dengan potensi alam yang ada dan mendukung jika dimanfaatkan dengan baik
seharusnya mampu mengatasi berbagai kelangkaan bahan-bahan pangan dan mampu
mengurangi ketergantungan pemerintah dalam mengimpor bahan-bahan pangan.
2. NILAI
TUKAR PETANI
a. Pengertian
Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima
petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam
persentase. Nilai tukar petani merupakan salah satu indikator dalam menentukan
tingkat kesejahteraan petani. Pengumpulan data dan perhitungan NTP
di Indonesia dilakukan oleh Biro Pusat Statistik.
Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan
harga produsen atas hasil produksi petani. Dari nilai IT, dapat dilihat
fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga
sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian. IT
dihitung berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang dihasilkan oleh petani,
mencakup sektor padi, palawija, hasil peternakan, perkebunan
rakyat, sayuran, buah, dan hasil perikanan (perikanan
tangkap maupun budi daya).
Indeks
harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga
yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik
kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi
pertanian. Dari IB, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi
oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta
fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
Perkembangan IB juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan. IB
dihitung berdasarkan indeks harga yang harus dibayarkan oleh petani dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dan penambahan barang modal dan biaya produksi,
yang dibagi lagi menjadi sektor makanan dan barang dan jasa non makanan.
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
a. NTP
> 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan
NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami surplus. Harga produksi
naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan
menjadi lebih besar dari pengeluarannya.
b. NTP
= 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar,
dengan kata lain petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya
sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan
petani sama dengan pengeluarannya.
c. NTP
< 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada
tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya.
Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.
b. Kegunaan
dan Manfaat
·
Dari Indeks Harga Yang Diterima Petani
(It), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani.
Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan
sektor pertanian.
·
Dari Indeks Harga Yang Dibayar Petani
(Ib), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani
yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi
harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan Ib
juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.
·
NTP mempunyai kegunaan untuk mengukur
kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani
dalam produksi dan konsumsi rumah tangga.
·
Angka NTP menunjukkan tingkat daya saing
produk pertanian dibandingkan dengan produk lain. Atas dasar ini upaya produk
spesialisasi dan peningkatan kualitas produk pertanian dapat dilakukan.
c. Rumus
Nilai Tukar Petani
d. Cakupan
Komoditas
Ø Sub
Sektor Tanaman Pangan seperti: padi, palawija
Ø Sub
Sektor Hortikultura seperti : Sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias &
tanaman obat-obatan
Ø Sub
Sektor Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) seperti: kelapa, kopi robusta, cengkeh,
tembakau, dan kapuk odolan. Jumlah komoditas ini juga bervariasi antara daerah
Ø Sub
Sektor Peternakan seperti : ternak besar (sapi, kerbau), ternak kecil (kambing,
domba, babi, dll), unggas (ayam, itik, dll), hasil-hasil ternak (susu sapi,
telur, dll)
Ø Sub
Sektor Perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.
3. INVESTASI
DI SEKTOR PERTANIAN
Salah satu faktor penting yang sangat
menentukan investasi disektor pertanian bukan hanya laju pertumbuhan output,
melainkan juga tingkat daya saing global dari komoditas-komoditas pertanian
merupakan modal investasi yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan yang
sifatnya bisa langsung atau tidak langsung terkait dengan proses
produksi. Langsung, misalnya untuk membeli mesin baru atau
peralatan-peralatan modern dan inpu-input lainnya untuk keperluan kegiatan
produksi pertanian. Tidak langsung, misalnya untuk kegiatan penelitian dan
pengembangan proses produksi maupun output dan input, dan untuk menyelengarakan
pelatihan-pelatihan bagi petani (peningkatan sumber daya manusia), misalnya
manajemen, quality control, cara-cara yang baik dalam membajak tanah, bercocok
tanam dan penanganan pasca panen, dan sebagainya.
Modal bisa bersumber dari
investasi dari luar negeri dan/atau dalam negeri dan dana pinjaman (kredit)
dari bank. Hasil studi yang dilakukan oleh Supranto (1998) menyimpulkan bahwa
rendahnya laju pertumbuhan sekor pertanian, khususnya di sub sektor bahan makanan,
antara lain disebabkan oleh kurangnya investasi dari dalam dan luar negeri
disektor tersebut dan kredit yang mengalir kesektor tersebut relative kecil
jika dibandingkan kesektor lain, seperti industri manufaktur. Alasannya adalah
kegiatan pertanian mempunyai risiko, misalnya gagal panen, jauh lebih tinggi
dibandingkan kegiatan industri karena sektor pertanian sangat tergantung pada
iklim. Selain itu, kegiatan industri manufaktur memiliki nilai tambah atau
keuntungan yang jauh lebih tinggi disbanding kegiatan pertanian. Selain itu,
studi dari simatupang (1995) juga memberikan suatu informasi yang berharga yang
menujukkan bahwa kredit perbankan lebih banyak mengucur kesektor industri
manufaktur dan sector jasa daripada kesektor pertanian, hal itu menyebabakan
sektor pertanian menderita underinvestment, yang menunnjukan bahwa investasi
kesektor pertanian cenderung menurun disbanding ke sektor industri dan jasa.
Penurunan ini dapat dikaitkan dengan sifat investasi di sektor pertanian yang
rate of return on investmen (ROI)-nya rendah sehingga kurang menarik bagi
investor.
Realisasi investasi di sektor pertanian
sepanjang Januari-September 2015 mencapai Rp 27,82 triliun, atau tumbuh 8%
dibandingkan periode sama 2014 yang sebesar Rp 25,71 triliun. Realisasi investasi
di sektor pertanian sepanjang Januari-September 2015 mencapai Rp 27,82 triliun,
atau tumbuh 8% dibandingkan periode sama 2014 yang sebesar Rp 25,71 triliun.
Investasi itu membuka lapangan kerja bagi 149.194 orang, naik dibandingkan
periode sama pada 2014, di mana serapan tenaga kerjanya sebesar 124.782 orang.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) menunjukkan, dari angka tersebut, realisasi investasi di sub sektor
tanaman pangan dan perkebunan naik 9%menjadi Rp 27,33 triliun dengan 665 proyek
atau tumbuh 190% dari periode sama 2014. Dari realisasi investasi ini,
penanaman modal asing (PMA) berkontribusi hingga US$ 1,42 miliar dengan 397
proyek (kurs 1US$ Rp12.500). Sedangkan penanaman modal dalam negeri (PMDN)
menyumbang Rp 9,56 triliun dengan 267 proyek.
Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan
Kementerian Pertanian (Kementan) Nandar Sunandar menduga, kenaikan investasi
ini turut disumbang oleh adanya arahan Menteri Pertanian (Mentan) untuk memacu
upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri, guna memenuhi kebutuhan
domestik yang semakin tinggi. Investasi tersebut, dinilai akan menjamin pasokan
kebutuhan produk pertanian ke pasar secara berkesinambungan.
Menurut Nandang, pelaku usaha memantau
terus kebijakan Kementan, khususnya dalam upaya menggenjot produksi jagung,
termasuk menargetkan tambah tanam hingga 1 juta hektare (ha) pada 2016. Para
investor tersebut, kata dia, berinvestasi di bidang pengadaan peralatan, sisten
logistik, hingga penanganan pasca panen. Nandang yang juga Ketua Program Upaya
Khusus (Upsus) Percepatan Swasembada Pangan untuk wilayah Aceh juga menegaskan,
kenaikan investasi tidak akan mengendurkan upaya Kementan untuk fokus
menggenjot produksi pertanian. Namun dia mengaku upaya ini tidak mudah karena
terkendala cuaca yang kurang bersahabat ketika memasuki musim hujan, khususnya
di wilayah Sumatera bagian Utara.
Akibat cuaca yang buruk akhir-akhir ini,
kata dia, sebagian lahan pertanian di wilayah Aceh mengalami kelebihan air dan
tergenang akibat hujan. Jika iklim lebih bersahabat, kata dia, dalam 7-10 hari
petani bisa mulai bertanam. Namun saat ini, petani di Aceh baru melakukan
persemaian bibit.
Lebih lanjut dia menjelaskan, stok benih
padi masih tersedia, sehingga jika persemaian tergenang, petani bisa langsung
melakukan persemaian kembali. Selain itu, petani, penyuluh, bintara pembina
desa (Babinsa), dan Dinas Pertanian di lokasi-lokasi tersebut dipastikan siap
melakukan penanaman dalam 6-7 hari mendatang.
4. KETERKAITAN
PERTANIAN DENGAN INDUSTRI MANUFAKTUR
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu
penyebab krisis ekonomi di indonesia adalah karena kesalahan industrilisasi
dari awal pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada pertanian. Selama
krisis juga terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu mengalami laju
pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil. Sedangkan
sektor industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negatif di atas satu
digit. Banyak pengalaman di negara-negaraa maju seperti Eropa dan Jepang yang
menunjukan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah atau bersamaan dengan
pembangunan di sektor pertanian.
Melihat kenyataan itu sudah seharusnya
memutar balikan kemudi ekonomi untuk mundur selangkah merencanaakan dan
kemudian melaknsanakan dengan disiplin setiap proses yang terjadi. Yang
terpenting yang harus dipastikan bahwa sektor pertanian mendapat prioitas dalam
proses pembangunan tersebut. Adapun beberapa alasan yang di kemukakaan DR,TULUS
TAMBUNAN dalam bukunya ( Perekonomian Indonesia ), kenapa sektor pertanian yang
kuaat sangat esensial dalam proses indutrialisasi di negara indonesia yakini
sebagai berikut :
1. Sektor
pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan ini merrupakan salah
satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khusussnya dan
pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik, ketahan pangan
beraarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan sosial dan politik
2. Dari
sisi agregat pembangunan ssektor pertanian yang kuat membuat tingkat pendapatan
rill per kapita disektor tersebut tinggi yang merupakaan salah satu sumber
permintaan terhadap barang-barang nonfodd, khususnya manufaktur. Khusunya di
indonesia dimana sebagaian besar penduduk berada di pedesaan daan mempunyai
sumber pendapatan langsung maupun tidaak langsung dari kegiatan pertanian jelas
sektor ini merupakan motor utama penggerak idutrilisasi.
3. Dari
sisi sektor pertanian merupakan salah satu sumber input bagi sektor indusrti
yang mana indonesia memiliki keunggulan komparatif
4. Masih
dari sisi penawaran pembangunan yang baik disektor pertanian bisa menghassilkan
surplus di sektor pertanian tersebut dan ini bisa menjadi sumber investasi di
sektor industri khususnya industri berskala kecildi pedesaan.
Ketika hal ini berjalan dengan baik, maka kita dapat
meningkatkan produk-produk pertanian kita sejalan dengan peningkatan industri
manufaktur yang membutuhkan bahan baku yang kita produksi dari petani-petani
kita. Maka daari itu, peningkatan pendapatan para petani akan berkorelasi
positif terhadap meningkatnya kesajahteraan petani dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
5. CONTOH
KASUS
RICE CENTER TO
BE ESTABILISHED IN INDRAMAYU
Jakarta | Mon, March 13, 2017 | 06:55 pm
State-owned
fertilizer company PT Pupuk Indonesia plans to develop a rice center to provide
farmers with skill and knowledge as well as facilities to improve the quality
of their rice in Indramayu, West Java.
“Indramayu,
one of the main rice producers in the country, is the ideal location to develop
the rice center,” PT Pupuk Indonesia president director Aas Asikin said as
reported by tribunnews.com on Monday.
State-owned
Enterprises Minister Rini Soemarno visited Mundu village in Indramayu regency
last Friday to attend a presentation on the establishment of the center, which
will be managed by PT Pupuk Indonesia Pangan (PIP), a subsidiary of PT Pupuk
Indonesia.
Aas
said the center would consist of three main sections – agricultural depot, rice
cultivation unit and rice mill.
The
agricultural depot will be used to store rice, fertilizer, seeds and pesticide.
The rice cultivation unit will helping farmers cultivate their rice fields to
improve land productivity through technical guidance and the distribution of
fertilizer, seeds and pesticide.
Meanwhile,
the rice milling unit will manage paddy produced by farmers and help them
improve the quality.
“With
modern technology, paddy will become high quality medium and premium rice,” Aas
added.
Initially,
the rice mill will have a capacity of 4 tons per hour and will be increased to
12 tons per hour. (bbn)
(In
Indonesian)
Perusahaan
pupuk milik negara PT Pupuk Indonesia berencana mengembangkan sentra padi untuk
memberi ketrampilan dan pengetahuan petani serta fasilitas untuk meningkatkan
kualitas beras mereka di Indramayu, Jawa Barat. "Indramayu, salah satu
produsen beras utama di dalam negeri, adalah lokasi yang ideal untuk
mengembangkan sentra padi," kata direktur PT Pupuk Indonesia Aas Asikin
seperti dilansir tribunnews.com, Senin. Menteri Negara BUMN Rini Soemarno
mengunjungi desa Mundu di Kabupaten Indramayu, Jumat lalu untuk menghadiri
presentasi pendirian pusat yang akan dikelola oleh PT Pupuk Indonesia Pangan
(PIP), anak usaha PT Pupuk Indonesia. Aas mengatakan, pusat tersebut terdiri
dari tiga bagian utama - depot pertanian, unit budidaya padi dan penggilingan
padi. Depot pertanian akan digunakan untuk menyimpan beras, pupuk, benih dan
pestisida. Unit budidaya padi akan membantu petani mengolah sawah mereka untuk
meningkatkan produktivitas lahan melalui bimbingan teknis dan distribusi pupuk,
benih dan pestisida. Sementara itu, unit penggilingan padi akan mengelola padi
yang dihasilkan oleh petani dan membantu memperbaiki kualitasnya. "Dengan
teknologi modern, padi akan menjadi beras medium dan premium berkualitas
tinggi," tambah Aas. Awalnya, penggilingan padi akan berkapasitas 4 ton
per jam dan akan meningkat menjadi 12 ton per jam.
ANALISIS KASUS
Indonesia
is an agrarian country. The country has about 41.5 million Ha with
distribution: Horticulture 567 thousand Ha, Food Plant 19 million Ha, and
Plantation Plant 22 Million Ha. We will analyze the problem of food crops. One
of the largest rice granaries in Indonesia is Indramayu. "Indramayu, one
of the main rice producers in the country, is an ideal location to develop rice
centers," said PT Pupuk Indonesia director Aas Asikin as quoted by
tribunnews.com Monday through state-owned fertilizer company PT Pupuk
Indonesia, the government will plan to develop Rice center to provide farmers
skills and knowledge and facilities to improve the quality of their rice in
Indramayu, West Java. To improve the quality of rice in Indramayu, SOE State
Minister Rini Soemarno visited Mundu village in Indramayu district to attend a
central establishment presentation to be managed by PT Pupuk Indonesia Pangan
(PIP), a subsidiary of PT Pupuk Indonesia. The center consists of 3 main parts,
namely:
A)
Agricultural Depot
B) Aquaculture
Unit
C)
Rice Mill
Ø
Agricultural depots will be used to store rice,
fertilizers, seeds and pesticides.
Ø
The rice cultivation unit will help farmers cultivate
their fields to improve land productivity through technical guidance and
distribution of fertilizers, seeds and pesticides.
Ø
The rice mill unit will manage the paddy produced by
farmers and help improve the quality. With modern technology, rice will become
high quality medium and premium rice. Initially, rice mills will have a
capacity of 4 tons per hour and will increase to 12 tons per hour.
DAFTAR PUSTAKA